Kamis, 01 Maret 2018

Semalam Bersama Nathasa

Semalam mimpiin sesuatu yang sangat tidak ilmiah 
dan tidak akademis. Saat terbangun dari tidur, 
rasanya ingin ngakak sambil nangis.


Entah bagaimana asal usulnya, suatu malam saya bermimpi ketemu Nathasa Romanoff. Bukan hanya bertemu, kami bahkan telah saling kenal, dan kuliah di sebuah kampus yang sama. Ya, namanya juga mimpi!

Dalam ingatan saya, mimpi itu dimulai dari percakapan saya dengan Steve Rogers alias Captain America. Dalam mimpi itu, ceritanya, kami juga saling kenal, bahkan berteman akrab. Steve Rogers adalah bocah yang baik. Dia suka memberi nasihat pada temannya dengan cara santun, sehingga teman yang diberi nasihat tidak merasa jengah.

Steve berkata kepada saya, “Kalau kamu jalan bareng perempuan, jangan lupa menggandeng tangannya.”

Saya menatapnya, dan menyahut, “Uhm, dalam film Captain America II, kamu terlihat jalan bareng Natasha Romanoff, dan kamu tidak menggandeng tangannya.”

“Itu kan di film,” jawab Steve Rogers. “Di dunia nyata, aku selalu menggandeng tangan perempuan yang jalan denganku.”

Saya pun manggut-manggut bego. Karena dalam mimpi, saya tidak sempat bertanya kepadanya, apakah dia punya mbakyu di luar film. 

Tidak lama setelah percakapan itu, saya menonton film sendirian di sebuah bioskop. Saya tidak tahu—atau tidak ingat—film apa yang saya tonton dalam mimpi tersebut, dan itu tidak penting. Yang penting, saya baru menyadari bahwa di dekat tempat duduk saya ada Natasha Romanoff. Saya baru menyadari hal itu, setelah mendengar suara tawanya, yang sangat saya kenali.

Dengan pede, karena yakin itu memang dia, saya pun menyapa, “Hei, Nat, itu kamu?”

Dalam remang gedung bioskop, Nathasa tampaknya juga mengenali suara saya, dan menyahut, “Ya, ini aku.”

Waktu itu, saya duduk di sebuah kursi dalam bioskop, dan di samping kiri saya ada seorang bocah entah siapa. Nah, di samping kiri bocah itulah duduk Natasha Romanoff sendirian. Jadi, ketika akhirnya saya dan Nathasa saling bercakap lirih di sana, percakapan kami seolah dihalangi bocah entah siapa tadi. Seharusnya bocah itu menyingkir, agar saya bisa leluasa bercakap-cakap dengan Nathasa. Tapi cerita ini terjadi dalam mimpi, dan saya bisa apa?

Akhirnya, ketika film usai, saya pulang bersama Natasha Romanoff. Kami jalan kaki menuju tempat kos dia. Ceritanya, dalam mimpi tersebut, Natasha Romanoff ngekos di sebuah tempat. Dalam perjalanan pulang itu, saya dan Natasha melewati kampus kami. Dan meski malam hari, di kampus ada cukup banyak mahasiswa, karena mengikuti kuliah malam.

Seperti yang dinasihatkan Steve Rogers alias Captain America, saya menggandeng tangan Natasha Romanoff, dan tampaknya dia tidak keberatan. Sepertinya dia bahkan senang mendapati saya menggandeng tangannya. Saat melewati kampus kami, Natasha bahkan sempat menyapa beberapa teman, tanpa melepaskan tangannya dari saya. 

Kami terus bergandeng tangan, dan melangkah ke tempat kos Nathasa. Persentuhan tangan itu, demi segala demi, telah membuat saya panas dingin sejak awal. Dari gandengan tangan itu pula, kami kemudian saling merangkul pinggang dengan mesra. Kebahagiaan saya waktu itu tak bisa diceritakan kata-kata.

Di dunia nyata—maksudnya di luar mimpi—saya sangat mengagumi Natasha Romanoff. Karena saya berpikir dia adalah mbakyu. Tetapi, juga di dunia nyata, saya menyadari dia cuma tokoh fiksi, hanya ada di film atau komik. Jadi, secinta apa pun, saya tidak bisa apa-apa, wong nyatanya dia tidak ada.

Ketika benar-benar bertemu dengannya dalam mimpi, bahkan saling kenal akrab, saya juga merasakan perasaan yang sama. Bahwa Natasha Romanoff adalah sosok mengagumkan, dan saya jatuh cinta kepadanya. Jadi, ketika kami bergandengan tangan malam itu, saya merasa berdebar tak karuan.

Sesampai di tempat kos Nathasa, kami masuk. Lalu duduk-duduk di sebuah kasur busa yang ada di depan kamar kos. 

Entah bagaimana awalnya, kami kemudian saling mendekat dan merapat. Mungkin karena efek persentuhan tangan dan rangkulan sepanjang perjalanan tadi, kami jadi saling “on”. Maka terjadilah yang harus terjadi. Di atas kasur busa di depan kamar itu, kami berciuman dengan penuh gairah.

Sialnya, saat kami sedang asyik, dan hampir sampai di babak selanjutnya, salah satu pintu kamar kos di sana terbuka, dan dari dalam muncul seorang perempuan teman Nathasa. Rupanya dia—perempuan itu—mau mengambil jemuran yang belum diangkat. 

Gara-gara itu, saya dan Nathasa terpaksa menghentikan aktivitas. 

Perempuan teman Nathasa melewati kami, dengan sikap cuek, pura-pura tak melihat, tapi saya dan Nathasa tetap tidak enak. Bagaimana pun, Natasha Romanoff adalah anggota The Avengers. Jadi kami harus menjaga sikap, meski di depan teman kos.

Kemunculan teman Nathasa tadi tentu membuat saya jengkel. Saya misuh-misuh dalam hati. Waktu itu, saya membatin, kalau dia—teman Nathasa—sudah selesai mengangkat jemuran, dan kembali masuk kamarnya, saya dan Nathasa akan melanjutkan aktivitas kami yang terpotong. Tetapi dia tidak juga selesai mengangkat jemuran. Entah sebanyak apa jemuran yang harus diangkatnya.

Bangsat, pikir saya dengan frustrasi.

Sudah begitu, saya kemudian terbangun dari tidur. Bangsat kuadrat!

 
;